Kamis, 17 November 2011

MOHAMAD HOESNI THAMRIN


MOHAMAD HOESNI THAMRIN

         Kematiannya yang mendadak 11 Januari 1941 memang banyak menyimpan misteri, namun sebagai tokoh nasional yang memiliki sejarah perjuangan yang panjang tidak luput dari atensi banyak orang dan menjadi inspirasi bagi perjuangan kaum Betawi bahkan masyarakat Indonesia, ia lahir di tanah Betawi tepatnya di Sawah Besar pada 16 Februari 1894.  Dalam tubuh MH.Thamrin mengalir darah orang Inggris, karena kakaknya, Ort, orang Inggris yang menikah dengan Noeraini gadis Betawi. Ayahnya Thamrin Mohammad Thabrie pernah menjadi wedana Betawi tahun 1908. Pendidikannya diawali dengan memasuki sekolah Belanda yang menjadikannya sangat fasih berbahasa Belanda, meski dalam kesehariannya ia lebih bangga berbahasa Indonesia, pendidikan agama diperolehnya dari Habib Ali Al Habsy Kwitang, Mufti Betawi yang banyak menelorkan ulama di tanah Betawi. Pada usianya yang masih relatif muda yaitu sekitar 25 tahun ia sudah duduk di Dewan Kota (Gemeenteraad, 1919-1941) lalu Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941). Dari sinilah debut politiknya membela rakyat terus mewarnai Parlemen, dengan tekadnya yang kuat agar Indonesia berparleman dan Indonesia merdeka.

Pilihan Politik “Koo” yang opisisi
Pilihan politik MH. Thamrin adalah kooperatif, yaitu dengan bekerjasama dengan pemerintah Belanda, namun bukan berarti kerjasama yang tanpa reserve, orang memang kadang lebih menghargai tokoh-tokoh yang no koo dengan Belanda semisal Dwitunggal Soekarno-Hatta, namun sejarah juga mencatat bahwa tokoh kooperatif dengan non-kooperatif merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Bob Hering seorang Kanada berkebangsaan Belanda yang mengaku dirinya sebagai orang Betawi (Indo), ia turut menyaksikan iring-iringan pemakaman MH. Thamrin yang dipenuhi lautan manusia, mulai dari kediamannya di Sawah Besar sampai Karet Bivak penuh sesak lautan manusia, dalam disertasi PHd nya Bob Hering menulis bahwa Soekarno-Thamrin merupakan perpaduan perjuangan yang ideal antara tokoh non-kooperatif dengan tokoh kooperatif. Hal ini dapat dilihat ketika perjuangan tokoh-tokoh non koo seperti Soekarno-Hatta dan Syahrir mengalami kemandekan, MH. Thamrin tetap bergerak di Volksraad dengan semangat nasionalisnya.
MH. Thamrin memiliki peran ganda, selain secara aktif melontarkan ide-ide kebangsaan dan kerakyatan beliau juga menjadi penghubung antara tokoh yang non koo dengan pemerintah Belanda. Pada saat Bung Karno diadili ia hadir termasuk ketika Bung Karno diasingkan ke Ende. Sebenarnya Bung Karno secara diam-diam sering berkunjung ke rumah MH.Thamrin, begitu cerita Bu Detjee puteri angkat MH.Thamrin dalam salah satu ceritanya ketika saya bincang-bincang dengan beliau beberapa tahun lalu, namun Belanda yang memiliki banyak telinga dan mata mencium gelagat tersebut, karenanya Belanda menghukum MH.Thamrin dengan hukuman tahanan rumah setelah Bung Karno berkunjung ke rumahnya.

MH.Thamrin meski dibesarkan dari kalangan yang berada namun keberpihakannya terhadap rakyat miskin sangat kuat, atensinya terhadap perbaikan nasib rakyat miskin tertuang dalam protesnya terhadap pembangunan perumahan elite Menteng yang menafikan perbaikan kampung yang becek dan kumuh. Ia mempersoalkan harga beras, kopra, gula, karet dan semua komoditas yang bersentuhan dengan rakyat miskin. Perjuangannya di Volksraad memang kadang membuat gerah anggota lainnya karenanya ia sering tidak mendapat dukungan dari anggota dewan lainnya, namun komitmen kerakyatan tetap dipertahankan dengan etika politik yang tinggi.

“Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mau mendekati kemauan rakyatnya, inilah yang sepatutnya dijadikan dasar untuk memerintah”

Kalimat di atas merupakan salah satu pidato MH. Thamrin dihadapan Dewan sebagai kritik terhadap gaya pemerintahan Belanda yang sangat elitis dan jauh dari keadilan. Perjuangan MH.Thamrin bukan hanya berskala nasional tetapi juga dalam internasional, peringatannya terhadap fasisme Jepang membuat dirinya makin dikenal dalam pergaulan internasional, untaian kata-katanya yang santun di volksraad sangat melegenda dan mendapat respon beragam dari berbagai pihak lokal, nasional maupun internasional, salah satunya ketika bicara tentang keadilan di Volksraad adalah :

“Satu hal yang dapat dipastikan bahwa rasa keadilan yang dibangun dewasa ini sangatlah sulit dicari. Kepercayaan terhadap keputusan pengadilan termasuk salah satu sandaran utama negara yang sangat penting, tetapi dengan banyaknya keraguan terhadap kenetralan institusi pengadilan, maka pemerintah akan kehilangan salah satu pilar terkuat untuk memelihara kedaulatan hukum” (Handelingen Volksraad, 1930-1931).   Pada tahun 1941 saat ia semakin tajam dan terbuka berpihak kepada perjuangan rakyat Indonesia hal ini yang membuat Belanda semakin marah, dan puncak kemarahan Belanda memuncak ketika secara terbuka MH.Thamrin berpidato dalam bahasa Indonesia dan menganjurkan kepada anggota dewan agar menggunakan bahasa Indonesia dalam rapat-rapat dewan.

Sebagai tahanan rumah MH.Thamrin mulai sakit-sakitan dan mengalami gangguan ginjal, menurut Ibu Detjje kepada saya bahwa saya itu rumah beliau dijaga ketat oleh PID atas perintah pemerintah Belanda dan beberapa kali dalam kondisi sakit rumah beliau digeledah dengan tuduhan menerima surat dari Jepang, meski hanya fitnah dan tidak ditemukan dokumen tersebut, 10 Januari suhu badan Bang Ni demikian orang Betawi memanggil beliau, makin tinggi, namun Belanda belum mengizinkan dokter pribadinya untuk datang malah mendatangkan dokter Belanda, menjelang adzan subuh beliau meninggal dunia dan pada pagi harinya ribuan massa memadati kediamannya.

Pada saat pemakaman beliau keranda seperti berjalan dengan sendirinya, karena massa menyemut mulai dari Sawah Besar ,Tanah Abang sampai Karet, kurang lebih 20.000 orang mengantarnya. Tahun1960 Bung Karno menganugrahkan gelar “Dia orang yang keras kepala maka saya melatakan ini sebagai tanda perjuangganya”.

MH. Thamrin telah pergi 64 tahun yang lalu namun semangat juang dan cita-citanya belum selesai dan harus terus digelorakan, kini orang-orang Betawi yang tergabung dalam Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) memiliki tanggung jawab moral untuk melanjutkan cita-cita beliau yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkeadilan sosial serta para wakil rakyat yang pro terhadap kerakyatan bukan pada jabatan, serta pemerintahan yang lebih open (peduli) terhadap nasib rakyat dan mau mendekati kemauan rakyat setiap saat bukan hanya saat PEMILU.

Untuk Betawi sekali lagi banyak bercerminlah bahwa kita diwariskan untuk jadi pejuang demokrasi, keadilan bukan menjadi kelompok massa yang ditakuti karena golok dan kejawaraanya, tetapi ditakuti dan disegani karena ketajaman ide-ide dan pikirannya.

- Azis Khafia-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar