Rabu, 30 November 2011

KH.NOER ALIE BEKASI (1914-1992)


           Anak Betawi keturunan Kelender ini lebih dikenal sebagai KH.Noer Alie Bekasi, karena masa perjuangan dan basis pesantren yang dibangunnya di Ujungmalang yang kemudian berganti nama Ujung Harapan Bekasi “Pesantren At-Taqwa”, Noer Alie lahir pada tahun 1914 tanggal dan harinya tidak begitu diketahui, ia adalah anak dari pasangan Anwar bin Layu dan Maemunah binti Tarbin, ia lahir dengan bantuan  seorang  dukun  beranak,  Maklimah  namanya.  Kakenya - Layu   adalah  orang
pondok ungu, sedangkan nenenknya Nurhani-orang kampung sumur Kelender Jakarta Timur.
Bersama Jenderal Urip Sumoharjo mendirikan Markas Pusat Hizbullah–Sabililiah (MPHS), bersama sejumlah ulama mendirikan Badan Kerja sama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat yang sekarang menjadi BKSPP Indonesia. 1935 belajar di Mekah. Noer Ali belajar mengaji pada guru Maksum dan guru Mughni Ujung malang ( 1925 ). Oleh guru Mughni Noer Ali di juluki santri kalong, karna jarak rumah dan tempat mengajinya cukup jauh. Pada tahun 1913 terjadi gerakan protes petani Bekasi dan tahun 1916 terjadi pemberontakan oleh petani condet yang di pimpin oleh Entong Tolo Gendut.
Beranjak dewasa Noer Ali merupakan murid kesayangan guru Mughni karena ketekunan dan kecerdasannya dalam menghafal Alfiah (pengetahuan tentang kaidah tata bahasa Arab ). Karena kecerdasannya Noer Ali mampu menghafal lebih awal seribu kaidah bahasa Arab. Selain belajar ilmu Agama pada guru Maksum dan guru Mughni, Noer Ali juga memperdalam pengetahuan agamanya pada guru Marzuki di Kampung Muara, Klender, di sini Noer Ali mondok ( tinggal di tempat guru Marzuki mengajar ). Pada waktu senggang guru Marzuki dan Noer Ali melakukan pelajaran tambahan sambil berburu bajing. Tahun 1933 Noer Ali di angkat sebagai badal oleh guru Marzuki. Selain cerdas Noer Ali juga pandai bergaul  dan teman – temannya, inilah yang menjadi cikal bakal ulama – ulama terkenal di daerah JABOTABEK, ulama – ulama itu ialah : Abdullah Safi’ie, Abdurahman Shadri, Abu bakar, Mukhtar Thabrani, Usman, Abdul Bakir Marzuki, Hasbullah, Zayadi, Mahmud, Junaidi, Rohiman, Abdil Madjid dan Abdullah.
Pondok guru Marzuki sebelumnya di pimpin oleh guru Mirsodh ( 1910 ) yang tak lain adalah ayahnya. Tahun 1934 pondok guru Marzuki memiliki murid laki-laki sekitar 150 orang dan murid perempuan sekitar 50 orang. Setelah selesai belajar dari guru marzuki Noer Ali melanjutkan belajarnya pada guru Abdul Madjid di Pekojan. Setelah belajar dari guru Abdul Madjid Noer Ali, berfikir jika dia terus berada di Batavia pengetahuanya tidak akan berkembang,dengan berbekal uang pinjaman dari tuan tanah, Wat Siong, akhirnya Noe Ali melanjutkan pendidikanya ke Makkah. Sebelum ke Makkah guru Marzuki berpesan : “meskipun di Makkah belajar dengan banyak Syeikh. Tapi bagaimanapun kamu tidak boleh lupa untuk tetap belajar pada Syeikh Ali Al-Maliki” . Akhirnya Noer Ali berangkat dengan menaiiki kapal laut “ Telisce “ dengan membawa perbekalan seperti kopor, pakaian, beberapa buku, karung berisi beras dan ikan asin. Sesampainya di Jeddah jemaah yang berasal dari Indonesia di sambut oleh Syeikh Ali Betawi. Di Makkah Noer Ali mendapat kabar dari para jamaah Haji Indonesia bahwa guru Marzuki meninggal dunia tepatnya dua hari setelah Noer Ali dan kawanya Hasbullah meninggalkan Tanjung Priok. 1940 Nur Ali pulang dari Makkah, kepulangan Noer Ali dari Makkah di anggap “ duri dalam daging “ oleh tuan tanah dan aparatnya karena mereka menganggap bahwa Noer Ali kaum yang terpelajar, intelektual, ulama dan aktifis pergerakan   yang di anggap membahayakan kepentingan-kepentingan curang mereka.
Tahun 1940 Noer Ali mulai menjadi pengajar di masjid dekat rumahnya dan Yakub Gani sebagai badal dan “ tangan kanannya “. Pada tahun ini pula tepatnya pada bulan April 1940 ( usia Noer Ali saat itu 26 thn ) Noer Ali menikah dengan Siti Rahmah yang tak lain adalah anak dari guru Mughni. Pernikahan ini juga mempererat hubungan kedua kampung, yaitu kampung Ujungmalang dan kampung Kaliabang. Hubungan baik ini di tandai dengan di bangunya dua masjid di masing-masing kampung. Kehadiran Rahmah benar-benar membawa berkah, selain menjadi istri Noer Ali Rahmah juga membantu Noer Ali dalam hal mengajar murid-murid perempuannya.
Seiring  waktu pesantren Noer Ali semakin berkembang selain di ujungmalang murid-murid Noer Ali juga banyak yang berasal dari Babelan, Kebalen, Marunda dan Gabus. Tahun 1941 Noer Ali mulai mengembangkan pengajian menjadi pesantren. Saat itu murid Noer Ali berjumlah sekitar 300 orang. Kemudian murid-murid senior guru Zahruddin di angkat menjadi badal oleh Noer Ali, guru badal itu yaitu : Muhammad Arsyad, Muhammad Ma’ruf, Muhammad Anwar, Ahmad Dumyati, Ahmad Murthado dan Abu Bakar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar